HimmahTech

0812 8345 8286



Rewinding Stator Elektromotor ( Dinamo )
Refrigerator ( Pendingin )

Gulung Dinamo 1 - 3 Phase | Teknik Pendingin | Instalasi Listrik
Fan, Blower, Dinamo Pompa, Dinamo Sewing, AC , Kulkas, Dll

Persamaan Output

PERSAMAAN OUTPUT   ( D2 L  & DIMENSI  )






Daya Semu ( KVA Rating )



Q    = Daya Semu  ( KVA )

Pout = Daya Keluaran  ( KW )

F   = Fluks Magnetik ( Weber )

Βav = Rapat Fluks  ( Weber / m2 = Tesla )

ac  = Rapat arus keliling ( A  lilit/ m )

Kw = Winding Factor

P   = Pole     ( Kutub )

f    = frekuensi     ( Hz )

PF = Power Factor    ( Nilai cos a )

h   = Efesiensi   (  %  )

D  = Diameter Stator   ( meter )

L  =  Panjang / Ketebalan Stator  ( meter )


Daya

HP

Rotor Sangkar

Rotor Cincin Geser

β

(Wb/m2 = T)

ac

(Amp lilit / m)

β.ac.10-3

β

(Wb/m2 = T)

ac

(Amp lilit / m)

1,1

0,35

15000

5,25

0,35

11000

2

0,38

18000

6,84

0,38

14000

5

0,42

22000

9,24

0,42

20000

10

0,46

24000

11,04

0,46

22000

20

0,48

25000

12

0,48

24000

50

0,50

28000

14

0,50

27000

100

0,51

30000

15,3

0,51

28000

1000

0,52

32000

16,64

0,52

30000




Rasio terbaik antara panjang stator (  L ) dan kisar kutub ( t ) umumnya berada dalam kisaran 1 hingga 1,25 untuk mencapai faktor daya yang baik. Namun, nilai ini dapat bervariasi tergantung pada tujuan desain spesifik dan jenis mesin listriknya. 


 [  L / t   =  1  s/d 1,25 ]  


Pemilihan rasio melibatkan kompromi antara berbagai parameter kinerja mesin listrik: 

 

·      Faktor Daya: Rasio L/t     antara 1,0  hingga 1,25 umumnya menghasilkan faktor daya yang optimal. Nilai yang lebih kecil cenderung menurunkan faktor daya.

·     Biaya: Untuk meminimalkan biaya produksi, kisaran rasio  L/t  minimum adalah 1,5 dan maksimum adalah 2.

·         Efisiensi dan Rugi-rugi (Losses):

o   Panjang stator yang lebih pendek (rasio   L/t  yang lebih kecil) menghasilkan ujung belitan (end-winding) yang lebih pendek, yang mengurangi kerugian tembaga (copper losses).

o   Panjang stator yang lebih panjang (rasio L/t   yang lebih besar) dapat meningkatkan kerugian inti (core losses) jika kerapatan fluks magnetik terlalu tinggi, yang dapat menyebabkan saturasi magnetik.

 

·   Inersia Rotor:  Rasio L/t   yang lebih kecil (panjang stator lebih pendek relatif terhadap diameter) menghasilkan inersia rotor yang lebih rendah, menghasilkan respons dinamis yang lebih cepat.

·      Kapasitas Beban Berlebih (Overload Capacity): Kerapatan fluks magnetik yang lebih tinggi (yang terkadang terkait dengan rasio tertentu) dapat meningkatkan kapasitas beban berlebih, meskipun dengan mengorbankan faktor daya yang lebih rendah. 





Jumlah  Lilitan 







Rumus ini diberlakukan pada Rangkaian Seri, di mana :

1 Group = 1 Pole


Pada Rangkaian Paralel :

1 Group = 2 Pole  

Tm Paralel = 2 Tm Seri















// 1 Phase

 

Pada motor 1 phase, lilitan terdiri dari 2 phase , Main (Running ) dan Sub-Main (Starting).  






Jumlah Lilitan Per Pole pada 1 Phase :


Jika E = 220 V  , maka Jumlah lilitan per Pole :  




Jika D dan L  dinyatakan dengan d  dan l   dalam CM ( CENTI METER )









// 3 Phase

 

E pada motor 3 Phase bisa   220 , 380, 400, 440 . Tergantung pada Plate Name.

 

Jumlah Lilitan Phase :



Jika   E= 380 V    maka :



 

atau  : 






Jumlah lilitan per Pole per Phase : 

 



atau  :








Jumlah Lilitan Per Slot :

 

1 coil = 2 slot

Jumlah Phase = 3

Lilitan seluruh slot Z = 3 x 2 Tph

S S = jumlah seluruh slot

 

Jika E =  380 V,  maka Lilitan per slot  :

 



atau : 

 




 


Diameter Kawat Konduktor

 

j ( Current Density / kerapatan arus per  luas penampang konduktor ) =   4,5 A /mm2   - 5 A / mm2

 Untuk     φ = 4,5   ,    1 A  / 0,22  mm2            (d = 0,53 mm )   

Untuk     φ =  5     ,    1 A  / 0,20  mm2            (d = 0,50 mm ) 



Misal : untuk beban 2 A, maka perlu kawat konduktor dengan luas penampang : 2 x 0,2 = 0,4 mm2






########

Contoh :



1//.   
                           Motor 3 phase                  

Daya

25 KW

Frekuensi

50 Hz

Voltage

380 V

RPM

2880

PF

0,85

Eff

85 %

Bav

0,48  T

ac

21000 A/m

Kw

0,9451

Rasio  L / G 

0,7




Hitung  D & L serta  Jumlah Lilitan  !




Rasio   L / G = 0,7

 





Jumlah lilitan Per Phase :






2//.

Diberikan data :

Motor 3 Phase

Daya

18,5 KW

Voltage

380 V

Slot

48

RPM

1500

PF

0,85

Eff

85 %

Bav

0,48  T

ac

25000 A/m

Kw

0,925

Rasio  D / L

1

 



Karena  Rasio D / L = 1,  maka  D = L






Untuk Kw = 0,925  , maka model belitan Double Layer

Untuk Single Layer, maka Kw = 0,9576




Jumlah Lilitan Per Pole :






Jika dirangkai Paralel, maka Tpp= 64 [ Jumlah lilitan Per Goup ( 2 Pole ) ] dengan Luas Penampang Konduktor  ½ kali dari Luas Konduktor Rangkaian Seri.

Jumlah Lilitan Per Group Paralel

2 x Jumlah Lilitan Seri

Luas Penampang Konduktor Paralel

½ x Luas Penampang Konduktor Seri

1 Group Seri  = 1 Pole

1 Group Paralel = 2 Pole








3//.
Diberikan data :

 

Motor 3 Phase

Daya

37 KW

Voltage

380 V

Slot

36

RPM

3000

PF

0,85

Eff

85 %

Bav

0,5  T

ac

28000 A/m

Kw

0,956

Rasio  D / L

1,1





Rasio   D / L = 1,1  

D = 1,1  L




L =  0,197  m   =  18 cm

D =  1,1  18 = 19,8 º 20 cm

 


Jumlah Lilitan Per Slot :





Luas Penampang Konduktor :











4//.

Diberikan data :

Motor 1 Phase

Daya

0,25 KW

Voltage

220 V

Diameter Stator

5,5  cm

Panjang Stator

7 cm

Slot

24

RPM

3000

PF

0,90

Eff

70 %

Bav

0,48  T

Kw

0,856

Rasio  D / L

0,78

 

 

Jumlah lilitan Per Pole :






Pada motor 1 Phase :

Untuk 2 Pole , βav  umumnya  0,48 T

Untuk 4  dan 6 Pole,  βav  umumnya  0,4 T